
Berputar.id Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, hari ini menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku serta perintangan penyidikan. Sidang ini menjadi perhatian publik dan media, dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian di sekitar gedung pengadilan. Setiap pengunjung harus melewati pengecekan menggunakan mesin X-Ray untuk masuk ke ruang sidang.
Di lokasi sidang, tepatnya di sekitar Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, tampak sekelompok massa pendukung Hasto Kristiyanto berkumpul mengenakan baju hitam dan membawa keranda mayat bertuliskan “matinya demokrasi” sebagai bentuk protes dan simbol perlawanan.
Dalam persidangan, Hasto dituntut hukuman penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa meyakini Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan serta merintangi penyidikan kasus suap yang membuat Harun Masiku lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2020.
Namun, pihak Hasto membantah seluruh tuduhan tersebut. Tim kuasa hukumnya menilai tidak ada bukti kuat di persidangan yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam suap dan perintangan penyidikan, bahkan menuduh jaksa KPK menyelundupkan fakta dengan menghadirkan penyidik sebagai saksi.
Sidang vonis ini akan menjadi babak akhir setelah proses persidangan yang mencakup dakwaan, pembuktian, tuntutan, pembelaan, serta replik dan duplik. Ketua majelis hakim Rios Rahmanto akan memutuskan nasib Hasto pada hari ini di tengah harapan dari berbagai pihak agar keputusan disampaikan secara adil dan transparan sesuai dengan prinsip negara hukum.
Kasus ini bermula dari dugaan suap yang dilakukan untuk mempermudah pengurusan PAW anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku, calon legislatif PDIP yang sudah lima tahun buron. Hasto Kristiyanto sendiri baru ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2024 dan ditahan sejak Februari 2025 dalam kasus perintangan penyidikan tersebut.
Pengamatan yang ketat dari aparat keamanan dan aksi protes pendukung Hasto menandai betapa besar perhatian publik terhadap proses peradilan ini yang berpotensi memberi dampak signifikan bagi citra partai dan penegakan hukum korupsi di Indonesia.