
Berputar.id Ketegangan yang terus meningkat di Timur Tengah dan Eropa semakin memicu kekhawatiran dunia akan kemungkinan terjadinya Perang Dunia III. Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang meletus pada Juni 2025 telah mengguncang stabilitas geopolitik dan pasar energi global, sementara konflik lain seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Asia Selatan turut memperparah situasi.
Baca Juga : Adam Suseno Dirawat di Rumah Sakit Akibat Sebongkah Karang, Kondisinya Mulai Membaik
Kekhawatiran terbesar yang mengemuka adalah potensi perang nuklir yang tidak hanya akan menghancurkan wilayah konflik secara langsung, tetapi juga menimbulkan dampak iklim global yang parah. Ledakan nuklir besar akan melepaskan jelaga dan debu ke atmosfer, menutupi sinar matahari dan menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai musim dingin nuklir. Kondisi ini akan menurunkan suhu global secara drastis dan mengganggu siklus curah hujan, sehingga menghambat fotosintesis dan memperpendek musim tanam. Akibatnya, produksi pangan di darat dan laut akan menurun drastis, memicu krisis pangan global yang meluas dan kelaparan massal yang dapat menjangkau miliaran orang.
Dalam menghadapi ancaman tersebut, para ahli kini mendorong pencarian sumber pangan yang lebih tangguh dan tahan terhadap kondisi ekstrem pasca-perang nuklir. Salah satu solusi potensial yang sedang mendapat perhatian adalah pemanfaatan rumput laut sebagai makanan super. Rumput laut memiliki keunggulan karena kaya akan nutrisi, serat, protein, dan lemak sehat, serta dapat tumbuh dengan cepat di berbagai lingkungan, termasuk di bawah laut yang relatif terlindung dari dampak langsung bencana di permukaan. Dengan demikian, rumput laut dapat menjadi alternatif penting dalam menjaga ketahanan pangan global di tengah ketidakpastian geopolitik dan ancaman bencana nuklir.
Meskipun dampak langsung dari perang nuklir, asteroid, atau letusan gunung berapi besar sangat dahsyat, konsekuensi jangka panjangnya yang menyebabkan kerusakan iklim dan sosial-ekonomi berpotensi lebih merusak dan bertahan lama. Oleh karena itu, upaya mitigasi seperti diversifikasi sumber pangan dan pengembangan teknologi pangan tangguh menjadi sangat krusial untuk mengurangi risiko krisis pangan global di masa depan.
Situasi ini menuntut perhatian dan kerja sama internasional yang lebih intensif agar dunia dapat menghindari skenario terburuk dan mempersiapkan diri menghadapi berbagai kemungkinan yang mengancam keberlangsungan kehidupan manusia dan ekosistem di bumi.