berputar.id Terjadilah pertempuran antara pasukan Pangeran Diponegoro dan Kiai Mojo pada suatu hari. Meski kedua orang ini dekat, Pangeran Diponegoro konon pernah berguru pada Kiai Mojo dan pernah menjadi panglima tempur pasukan Pangeran Diponegoro. Pasukan Kiai Mojo saat itu sebagian besar adalah Pajang. Hal ini menambah kekhawatiran Pangeran Diponegoro untuk berusaha melawan pemerintah kolonial Belanda. Perang akan terjadi karena transportasi aspek regional sangat kuat. Meski kedua kubu ini sama-sama berperang melawan penjajah Belanda. Bahkan, sebagian besar pangkalan militer mereka juga berada di Jawa Tengah Selatan.
Baca juga Mengerikan! Ratu Kidul menawarkan pasukan sakti kepada Pangeran Diponegoro untuk melawan Belanda. Pasukan Diponegoro didukung oleh 200 orang pelajar baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana disebutkan oleh Peter Carey dalam bukunya “Sejarah Takdir Pangeran Diponegoro (1785 – 1825)”. pasukan Pangeran ini terdiri dari beberapa orang Arab dan Cina. Selain itu, pasukan Pangeran Diponegoro juga berasal dari golongan Santri Keraton, yang merupakan anggota hierarki pejabat resmi Islam dan resimen pasukan yang direkrut dari para santri keraton. Sedangkan kelompok yang dipimpin Kiai Mojo juga dekat dengan Pangeran Diponegoro. Bahkan, dalam beberapa catatan sejarah, itu adalah dewan pangeran yang terdiri dari keluarga besar Kiai Mojo dan murid-muridnya. mereka berasal dari tiga pesantren di Mojo, Bandera, dekat Delanggu dan Pulo Panggang dekat Imogiri.
Baca juga: Panglima Perang Dunia Legendaris Pangeran Diponegoro. Salah satu nama Perang Sabil menjadi catatan sejarah kelam perang Pangeran Diponegoro karena terlalu mementingkan dimensi kedaerahan. Akibatnya pasukannya beberapa kali bertemu di daerah seperti Demak pada bulan Agustus-September 1825, Madiun pada bulan November 1825-Januari 1826, Rembang dan Jipang Rajekwesi, yang sekarang bernama Bojonegoro, pada bulan November 1827 hingga Maret 1828. Pada masa ini, pasukan Pangeran Diponegoro didominasi oleh pasukan Mataram yang setia kepada pangeran pada masa pangeran bergerak menuju Surakarta pada bulan Agustus-Oktober 1826. Menurut Pangeran Diponegoro, kualitas tempur pasukan tidak sama antara satu daerah dengan daerah lain, sebagai berikut.
Baca juga kisah kemunculan negeri Wetan dan Kilen saat sebagian wilayah kerajaan Mataram dikuasai Belanda “Orang Madiun baik hati Mereka melindungi terhadap serangan pertama, tetapi setelah itu mereka tidak berguna lagi. Rakyat Pajang juga terkenal karena keberaniannya, namun tak lama kemudian kondisi mereka kembali seperti semula. Orang-orang Bagelen lebih baik, tetapi mereka harus berjuang di wilayah mereka sendiri. Apa pun di luar itu berarti mereka sedang menyerap. “Tetapi masyarakat Mataram adalah yang terbaik, mereka berjuang dengan gigih dan mampu menunjukkan kepedulian dan keteguhan hati dalam menghadapi penderitaan akibat perang tersebut,” demikian catatan Chronicle. Diponegoro Putra sulung Pangeran Diponegoro ini juga bercerita tentang karakter masyarakat Mataram yang pandai menjaga rahasia, berhati ikhlas, dan disiplin menjalankan perintah agama
CINTA55
Berputar.id Uya Kuya, seorang presenter dan anggota DPR RI, menjadi sorotan publik setelah videonya yang…
Berputar.id Kecelakaan lalu lintas terjadi di Jakarta Utara pada Minggu, 19 Januari 2025, ketika sebuah…
Berputar.idPemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membangun dua flyover dengan total anggaran mencapai Rp 494,46 miliar.…
Berputar.id Koalisi Pejalan Kaki (Kopeka) mengeluhkan parkir liar di trotoar depan RM Sinar Mandala dan…
Berputar.idMenteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengumumkan bahwa surat edaran (SE) mengenai…
Berputar.id Berikut adalah tujuh cara untuk memulihkan kontak WhatsApp yang hilang bagi pengguna Android: Baca…