Berputar.id Ahli hukum pertambangan, Abrar Saleng, memberikan kesaksian dalam sidang kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 4 Desember 2024. Dalam kesaksiannya, Abrar menekankan bahwa kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal adalah tanggung jawab negara. Ia menjelaskan bahwa pemegang izin usaha pertambangan (IUP) bertanggung jawab atas reklamasi, tetapi tanggung jawab tersebut hanya berlaku saat wilayah tambang diserahkan kembali kepada negara, bukan selama izin masih aktif.
Baca Juga : Pengasuh Daycare Siram Air Panas ke Bayi di Depok
Ketika ditanya oleh jaksa penuntut umum tentang siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal, Abrar menyatakan bahwa tidak ada kewajiban lingkungan bagi penambang ilegal. Ia menegaskan bahwa jika penambangan dilakukan tanpa izin (ilegal), maka tidak ada tanggung jawab lingkungan yang dapat dikenakan kepada negara. Jaksa kemudian menanyakan apakah negara harus bertanggung jawab untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat tambang ilegal. Abrar menjawab bahwa dalam konteks ini, tanggung jawab tersebut memang beralih kepada negara, sesuai dengan Pasal 28 H yang menyebutkan bahwa negara harus menjaga lingkungan.
Dalam sidang tersebut, Dian Puji Simatupang, seorang ahli keuangan negara, juga memberikan pandangannya. Ia mengingatkan bahwa dalam menetapkan kerugian negara, harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk menghindari tuntutan balik terhadap negara. Dian menekankan pentingnya memahami hak dan kewajiban keuangan negara agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian.
Kasus ini melibatkan Harvey Moeis sebagai perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait pengelolaan timah ilegal. Jaksa menuduh Harvey melakukan kongkalikong dengan pihak lain untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, serta melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total kerugian negara mencapai Rp 300 triliun